Perempuan di Sarang Penasun [5]

***

Prosentase HIV/AIDS di kalangan penasun dibanding kelompok berisiko tinggi lain memang lebih tinggi. Per April lalu dari 984 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Bali, 453 orang dari kalangan penasun, hampir separuhnya. Sisanya dari kalangan heteroseks (355 orang) dan homoseks (84 orang). Sebagai bandingan, pada Maret 2005 lalu, ada 321 penasun dari 635 ODHA. Sisanya, 175 heteroseksual dan 55 homoseksual.

Merangkaknya prevalensi penularan HIV di kalangan junkie jadi kekhawatiran lembaga penanggulangan HIV/AIDS. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pelaksana NEP pun bertambah. NEP masuk program harm reduction atau pengurangan dampak buruk. Yakeba, sebelumnya fokus ke rehabilitasi pecandu heroin dan pencegahan, pun melasanakan harm reduction, termasuk NEP sejak Oktober 2005. “Kami lihat ODHA IDU makin banyak dan tidak tercover, jadi ya kami coba ke harm reduction,” kata Kadek Moyong, Koordinator Lapangan (Korlap) NEP Yakeba.

PL NEP Yakeba direkrut dari staf dan relawan Yakeba yang sebagian besar bekas junkie. Mereka dilatih sebagai petugas penjangkau. Namun tak semua PL baru itu staf dan relawan Yakeba. Ada pula klien LSM lain. Salah satunya Yeni. Setelah mengikuti pelatihan, Yeni jadi salah satu dari sepuluh PL NEP Yakeba hingga Juni lalu.

Sejak jadi PL, rutinitas Yeni berubah. Selesai minum methadone di PRM Sandat tiap pukul 8 pagi, dia ke Yakeba. Padahal biasanya dia ngobrol dulu di sana sampai pukul 11 untuk minum methadone lagi. Tapi sekarang pukul 8.30 dia harus sudah di Yakeba untuk absen dan morning briefing yang diikuti semua PL, Korlap, dan Manajer Program. Selain soal rencana kerja harian, saat morning briefing juga dibagi jarum untuk masing-masing PL, termasuk Yeni.

Tiap hari Yeni dapat 25-30 jarum. Berbekal jarum dia kembali ke warung tempat dia dan Cecep serta puluhan junkie lain bertemu.

Awal jadi PL, Yeni mencari teman-temannya saat dia masih pakaw. Dia ke Kuta dan ke daerah Jl Gatot Subroto Barat Denpasar nyanggongin teman-temannya yang ikut terapi substitusi heroin dengan buprenorphin. Buprenorphin merupakan produk generik yang dikenal dengan nama pasar Subutex. Menurut aturan pakai, pil ini dikonsumsi secara sub-lingual, ditaruh di bawah lidah dan dibiarkan larut. Tujuannya mengurangi ketergantungan pada heroin atau menghilangkan sakaw.

Masalahnya, junkie yang ikut terapi Subutex belum bisa menghilangkan kebiasaan nyuntik. Barangnya memang bukan putaw, tapi caranya tetap cucaw. Karena itu Yeni juga membagi jarum pada mereka. “Memang tidak bagus, tapi gimana lagi? Daripada mereka berbagi jarum kan?” kata Yeni balik bertanya.

Dua bulan terakhir, Yeni lebih banyak nongkrong di warung di daerah Denpasar Barat. “Anak-anak (junkie) lagi kumat-kumatnya sekarang,” kata Yeni.

Sebelumnya sudah ada PL Yayasan Hatihati di tempat itu. Kini Hatihati dan Yakeba saling mengisi. Di warung itu Yeni bisa membagi paling tidak 25 jarum hingga sekitar pukul 14.00 wita. Selama sehari, klien paling banyak sekitar pukul 11 dan pukul 1 siang. Selama menunggu itu, Yeni biasa duduk-duduk di warung sambil minum teh atau kopi.

Sambil minum kopi dan menghisap rokok Yeni juga ngobrol masalah kesehatan sama kliennya. Tidak mudah. Karena beberapa anak sempat ngeblok, sok tahu soal masalah yang dibicarakan. Yeni sempat kesal. “Aku sudah capek-capek berniat baik masa digituin,” katanya. Tapi lama-lama klien bisa cerita banyak soal masalah mereka masing-masing. [ke posting berikutnya]

***

1 Comment

Filed under Uncategorized

One response to “Perempuan di Sarang Penasun [5]

  1. Ancilla

    apakah dirimu aktivis?

Leave a reply to Ancilla Cancel reply